A. Perpustakaan
Perguruan Tinggi
1. Pengertian
Perpustakaan
diadakan atau didirikan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan memberikan
informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya, serta secara tidak langsung akan
dapat meningkatkan mutu kehidupan penggunanya itu sendiri. Perpustakaan
memiliki peran penting di dunia pendidikan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanahkan bahwa setiap lembaga
pendidikan harus mempunyai perpustakaan.[1] Sulistyo-Basuki
menyatakan bahwa Perpustakaan adalah sebuah ruangan, sebagian sebuah gedung
ataupun sebuah gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan
terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk
digunakan pembaca bukan untuk dijual.[2]
Undang-undang
43 tahun 2007 memang tidak secara tegas mendefinisikan perpustakaan perguruan
tinggi. Namun definisi perpustakaan perguruan tinggi dapat diturunkan dari
definisi perpustakaan sebagaimana disebutkan pada pasal 1 ayat 1 UU 43 tahun
2007 yaitu institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya
rekam secara profesionak dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan
pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Jadi perpustakaan perguruan tinggi
adalah perpustakaan sebagaimana definisi undang-undang tadi dan diselenggarakan
oleh perguruan tinggi (pasal 24 UU 43 tahun 2007).[3]
Menurut
penulis perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada di
lingkungan perguruan tinggi yang mana memiliki fungsi sebagai penunjang
aktivitas akademik dan menyediakan informasi untuk penggunanya. Dimana saja
perpustakaan itu berada maka harus bisa menjalankan fungsinya dengan baik agar
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna.
1. Fungsi
Fungsi
perpustakaan perguruan tinggi dijabarkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang Pelaksanaan UU 43 tahun 2007 (selanjutnya disingkat RPP). Pada RPP
dinyatakan bahwa perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai sumber
belajar, penelitian, deposit internal, pelestarian, dan pusat jejaring bagi
civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi. Mari kita bahas satu persatu
fungsi yang diamanatkan oleh RPP tersebut.[4]
a. Fungsi
Sumber Belajar
Fungsi yang
pertama adalah sebagai sumber belajar tentu bukan satu-satunya sumber belajar
karena masih ada sumber belajar lain seperti dosen dan lain-lain. Sebagai salah
satu pusat sumber belajar, maka perputakaan perguruan tinggi harus dilengkapi
oleh koleksi bahan perpustakaan. Pada RPP ini juga ditentukan bahwa koleksi
perpustakaan perguruan tinggi paling sedikit berjumalh 2.500 judul. Koleksi ini
terdiri dari buku teks wajib untuk mendukung mata kuliah, buku teks penunjang
atau buku anjuran dan buku teks pengayaan. Selain itu koleksi tersebut
ditambahkan buku referensi umum dan referensi khusus, terbitan berkala,
terbitan perguruan tinggi, terbitan pemerintah, dan koleksi khusus. Banyak perguruan tinggi yang yang memiliki koleksi
diatas 50.000 judul, namun lebih banyak lagi perguruan tinggi yang masih
kesulitan untuk mencapai 2.500 judul. Padahal salah satu indikator mutu sebuah
perguruan tinggi adalah perpustakaan yang baik sehingga dapat mendukung proses
belajar mengajar di perguruan tinggi tersebut.Menurut wacana dalam beberapa diskusi pustakawan, untuk
mencapai suatu kualitas internasional, koleksi yang harus dimiliki oleh
perpustakaan perguruan tinggi setidak-tidaknya adalah 100 eksemplar koleksi
untuk setiap satu orang mahasiswa, sehingga untuk perguruan tinggi dengan
jumlah mahasiswa 10.000 orang harus dilengkapi dengan koleksi sebesar 1 juta
eksemplar.
b. Fungsi
Penelitian
Fungsi yang
kedua adalah sebagai penelitian. Fungsi ini dapat diterjemahkan sebagai sumber
informasi untuk penelitian dan sebagai tempat penelitian itu sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu dharma dari tri dharma perguruan
tinggi adalah penelitian. Untuk itu maka staf pengajar diwajibkan untuk
melakukan penelitian sebagai salah satu syarat untuk pengembangan karir mereka.
Untuk itu perpustakaan di perguruan tinggi harus mendukung fungsi penelitian
ini dengan menyediakan informasi. Pada beberapa kasus maka penelitian tersebut
dilakukan di perpustakaan, seperti misalnya penelitian literature. Untuk
mendukung fungsi penelitian ini maka perpustakaan perguruan tinggi harus
dilengkapi dengan koleksi jurnal ilmiah yang lengkap serta selalu mutakhir.
c. Fungsi
Deposit Intenal
Fungsi krtiga dari perpustakaan perguruan tinggi
adalah pusat deposit internal perguruan tinggi. Sebagaimana kita tahu, setiap
perguruan tinggi menghasilkan ratusan bahkan ribuan karya ilmiah setiap
tahunnya sebagai hasil dari penelitian
yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa. Sebagai penghasil karya
ilmiah, maka perguruan tinggi harus melakukan penyimpanan dan pemeliharaan
terhadap karya-karya ilmiah tersebut. Unit atau lembaga yang tepat untuk
ditugasi mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan mendayagunakan karya ilmiah
tersebut adalah perpustakaan.
Pada tingkat nasional maka Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, LIPI yang
diserahi sebagai pusat deposit nasional untuk karya-karya ilmiah yang tidak
dipublikasi atau dipublikasi secara terbatas. Karya ilmiah yang demikian
disebut dengan istilah pustaka kelabu (grey
literatur). Untuk keperluan deposit ini maka Menteri Riset dan Teknologi
mengeluarkan peraturan atau keputusan yaitu Keputusan Menteri Riset dan
Teknologi nomor 44 tahun 2000 tentang penyampaian literatur kelabu yang
berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Sedangkan pada tingkat universitas, bebrapa universitas mengeluarkan
keputusan rektor tentang wajib simpan karya tulis ilmiah di lingkungan
universitasnya. Sebagai tindak lanjut dari tugas menjadi lembaga deposit bagi
literatur ilmiah tersebut maka perpustakaan harus melakukan pemeliharaan bagi
koleksi karya ilmiah yang dikumpulkannya dan memberikan jaminan bahwa karya
ilmiah tersebut dapat digunakan oleh pemustaka yang memerlukannya.
d. Fungsi
Pelestarian Informasi
Fungsi
ini ada kaitannya denga fungsi ketiga yaitu sebagai deposit. Oleh karena itu
perpustakaan harus memelihara setiap potong informasi ilmiah yan dikoleksinya.
Untuk memelihara informasi ini beberapa perpustakaan perguruan tinggi saat ini
melakukan alih media dari koleksi cetak jadi koleksi digital. Hal ini dilakukan
dalam upaya menjamin agar informasi yang dimilikinya dapat terpelihara dari
kerusakan dan kehilangan. Selain itu dengan bentuk digital maka koleksi karya
ilmiah tadi dapat lebih mudah dilayankan. Hanya perpustakaan-perpustakaan besar
yang sudah mulai melakukan digitalisasi atas koleksi karya ilmiahnya.
Perpustakaan kecil masih berkutat dengan kesulitan mengumpulkan literature yang
wajib disediakan bagi sivitas akademikanya. Bahkan masih banyak perpustakaan
yang hanya mengadakan bahan perpustakaannya hanya untuk memenuhi persyaratan
minimal yang ditentukan oleh pemerintah melalui permendiknas nomor 234 tahun
2000.
e. Fungsi
Sebagai Pusat Jejaring Civitas Akademika
Fungsi kelima dari perpustakaan perguruan tinggi
adalah sebagai pusat jejaring bagi civitas akademika di lingkungan perguruan
tinggi. Sebagaimana kita kita ketahui bahwa tidak ada seorangpun yang dapat
melengkapi kebutuhan informasinya dengan cara memiliki atau membelinya sendiri.
Oleh karena itu, perpustakaan harus menjalin kerjasama dengan perpustakaan
lain, atau bahkan dengan lembaga lain untuk membantu setiap pemustakanya dalam
memenuhi kebutuhan informasinya.
2. Tujuan
Perpustakaan perguruan tinggi bertujuan:
a. Menyediakan
bahan perpustakaan dan akses informasi bagi pemustaka untuk kepentingan
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
b. Mengembangkan,
mengorganisasi dan mendayagunakan koleksi.
c. Meningkatkan
literasi informasi pemustaka.
d. Mendayagunakan
teknologi informasi dan komunikasi.
e. Melestarikan
bahan perpustakaan, baik isi maupun medianya.[5]
B. Pengorganisasian
Bahan Pustaka
1. Pengorganisasian
Penulis mencoba
memaparkan pengertian pengorganisasian bahan pustaka di perpustakaan
Universitas Global Mandiri Palembang. Berikut beberapa pengertian
pengorganisasian, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengorganisasian
adalah proses, cara, perbuatan untuk mengorganisasi. Sedangkan menurut Darmono
pengorganisasian koleksi perpustakaan adalah metode penyusunan item (berisi
informasi atau keterangan tertentu) dilakukan secara sistematis baik menurut
abjad maupun urutan logika yang lain. Dalam praktiknya kegiatan organisasi
koleksi berkaitan dengan pembuatan katalog perpustakaan.[6]
Berdasarkan Standar Nasional Perpustakaan (SNI) kegiatan pengorganisasian
dimulai dengan mendeskripsikan bahan pustaka, diklasifikasi, diberi tajuk
subjek dan disusun secara sistematis dengan pedoman yang berlaku secara
nasional dan/atau internasional.[7] Jadi
pengorganisasian bahan pustaka bisa penulis artikan sebagai suatu proses yang
dilakukan untuk mengatur bahan pustaka agar sistematis dan mudah diakses oleh
pengguna.
2. Bahan
Pustaka
Bahan Pustaka merupakan
salah satu unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan selain ruangan atau
gedung, peralatan atau perabot, tenaga dan anggaran. Unsur-unsur tersebut satu
sama lain saling berkaitan dan saling mendukung untuk terselenggaranya layanan
perpustakaan yang baik. Bahan pustaka yang antara lain berupa buku, terbitan
berkala (surat kabar dan majalah), serta bahan audiovisual seperti audio kaset,
video, selid, dan sebagainya.[8]
Pada penelitian ini peneliti khusus membahas mengenai pengorganisasian bahan
pustaka buku.
3. Pengorganisasian
Bahan Pustaka
Membahas lebih dalam
pengertian pengorganisasian, pengorganisasian ini termasuk dalam fungsi
manajemen yang kedua, yang mana pengertiannya ialah fungsi manajemen yang
berhubungan dengan pembagian tugas. Siapa mengerjakan apa dan siapa bertanggung
jawab pada siapa. Di dalam menjalankan sebuah perpustakaan pengorganisasian
juga diterapkan untuk mengelola bahan pustaka sampai siap disajikan bagi
pengguna. Adapun kegiatan dalam pengorganisaian bahan pustaka ialah sebagai
berikut:
A. Klasifikasi
Pengertian klasifikasi
tersebut secara prinsip jelas merujuk kepada pengelompokkan atau penggolongan
seperti yang dimaknai oleh awam. Definisi lain yang sederhana dan juga cukup
representative, mengatakan bahwa klasifikasi perpustakaan adalah pengelompokkan
yang sistematis pada sejumlah objek, gagasan, buku atau benda-benda lain ke
dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama (hamakonda).
Jadi penulis menyimpulkan bahwa klasifikasi merupakan pengelompokkan
bahan-bahan pustaka berdasarkan ciri-ciri yang sama mulai dari subjek, bentuk,
warna agar memudahkan pemustaka dala pencarian dan penenpatan kembali bahan
pustaka.
Dengan adanya
klasifikasi perpustakaan, bahan pustaka akan tersusun secara sistematis
sehingga memudahkan pemustaka dan pustakawan untuk menemukan dan menempatkannya
kembali. Klasifikasi perpustakaan dianggap vital karena tanpa kegiatan
tersebut, bahan-bahan pustaka yang jumlahnya ribuan sampai jutaan yang terdiri
atas berbagai bentuk akan berubah menjadi tumpukan informasi yang tidak
teratur, sehingga akan menyulitkan dalam pencarian dan penempatannya kembali.
Dengan adanya klasifikasi maka bahan-bahan pustaka yang awalnya terkesan
“berantakan” akan tertata secara sistematis sehingga semua bahan pustaka dapat
ditemukan dengan mudah. Tidak menjadi masalah
apapun bentuk media katalog yang digunakan, apakah dengan komputer atau manual, semuanya akan
menjawab dimana sebuah bahan pustaka berada dalam sebuah perpustakaan.[9]
Dilihat dari sisi
manfaat, jelas klasifikasi dapat membantu pemustaka dalam kedudukannya sebagai
pencari informasi dan pustakawan dalam kedudukannya sebagai pengelola
perpustakaan. Mudyana dan Royani merinci manfaat klasifikasi seperti berikut
ini.[10]
a. Pustakawan
serta pembaca dapat menyurvei koleksi buku-buku yang dimilikinya.
b. Ia
dapat memili kemungkinan perkembangan kolejsi dan kelebihan kelas yang harus
disianginya, kelemahan, serta kekuatan kelas-kelas tertentu.
c. Ia
akan diingatkan oleh kekurangan yang harus diisi oleh kelebihan kelas yang
harus disiangi.
d. Melalui
studi dari suatu sistem klasifikasi tertentu, ia akan menemukan cara berfikir
secara teratur dan sistematis.
e. Klasifikasi
juga mempunyai nilai yang nyata kepada orang lain diluar perpustakaan, misalnya
dalam melengkapi fakta-fakta, pembuatan garis besar subjek-subjek, dan dalam
menolong mengklasifikasikan informasi.
f. Seorang
mahasiswa yang sedag mempersiapkan sebuah skripsi sering kali mendapatkan garis
besar subjeknya dari bagan klasifikasi.
g. Dalam
bagan kesustraan, ia akan menemukan garis besar gerakan kesusasteraan di
berbagai Negara yang dilengkapi dengan sebuah daftar pengarang penting dari
tiap bab.
h. Dalam
bagan sejarah, mungkin ditemukan garis besar sejarah dari suatu negara secara
kronologis dengan tahun-tahun dan sebuah daftar peristiwa-peristiwa penting.
i. Mereka
yang mempelajari ilmu pengetahuan perpustakaan akan menemukan reviu yang sangat
memuaskan di bawah notasi “020” dari bagan klasifikasi Dewey dan dibawah notasi
dari bagan klasifikasi congress.
j. Mudah
membuat bibliografi mengenai malash tertentu.
k. Mudah
mengadakan pameran mengenai masalah tertentu.
Senada dengan pendapat
Mudyana dan Royani tujuan klasifikasi untuk mengorganisasikan bahan pustaka
dengan sistem tertentu sehingga memudahkan temu kembali dokumen yang
dibutuhkan. Adapun rincian dari tujuan tersebut sebagai berikut:[11]
a. Menghasilkan
urutan yang berguna (menghasilkan urutan atau susunan bahan pustaka yang
berguna bagi staf perpustakaan maupun pengguna perpustakaan).
b. Penempatan
yang tepat (bahan pustaka mudah diketemukan oleh pengguna dan mudah
dikembalikan oleh petugas ketempatnya sesuai dengan sistem klasifikasi yang
digunakan).
c. Penyusunan
mekanis (apabila ada koleksi bahan pustaka baru mudah disisipkan diantara
koleksi yang sudah ada. Jika ada penarikan koleksi bahan pustaka karena ada
peminjam maka tidak akan mengganggu susunan koleksi bahan pustaka dijajaran).
Pengorganisasian
koleksi suatu perpustakaan pada umunya didasarkan pada pedoman standar
Internasional seperti:[12]
a. Dewey
Decimal Classification (DDC)
Tidak
bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini sistem klasifikasi yang paling banyak
digunakan di dunia adalah DDC. Kelebihan DDC tentunya bukan semata karena luas
penggunaannya, melainkan juga sistem klasifikasi ini menggunakan notasi angka
yang logis, sederhana, fleksibel, dan mudah dipahami. Penciptanya adalah Melvil
Dewey atau nama lengkapnya adalah Melvil Louis Kassuth Dewey (1851-1931).
Towa
P. hamakonda menjelaskan bahwa sistem klasifikasi persepuluhan dewey membagi
ilmu pengetahuan menjadi 10 kelas utama, kemudian dari 10 kelas utama
masing-masing dibagi menjadi 10 divisi, dan selanjutnya masing-masing divisi
dibagi lagi menjadi 10 seksi. Sehingga DDC terdiri dari 10 ilmu pengetahuan,
100 divisi, dan 1000 seksi. Meskipun demikian, DDC masih memungkinkan pembagian
lebih lanjut dari seksi menjadi sub-seksi, dari sub-seksi menjadi sub-sub-seksi
dan seterusnya.[13]
Keunggulan
DDC juga karena sistem ini direvisi secara terus-menerus sesuai dengan
perkembangan ilmu. Hal ini menyebabkan sistem ini selalu dalam keadaan up to date sehinga subjek-subjek baru
terakomodasi dengan lengkap. Kemutakhiran isi DDC bisa terjaga karena sistem
ini mempunyai lembaga khusus yang mengawasi dan mendukung penerbitannya adalah
Forest Press. Kedua badan tersebut memeriksa usulan revisis dan mengajukan saran
perbaikan kepada Forest Press.[14]
b. Universal
Decimal Classification (UDC)
UDC
pada dasarnya merupakan adaptasi dari sistem klasifikasi DDC yang tentunya
telah diberi izin oleh Melvil dewey sendiri. Perintis pengembangan UDC adalah
bibliographer asal Belgia bernama Paul Otlet dan Henri La Fontane sekitar akhir
abad ke-19. Sebagai sistem klasifikasi baru, para penggagas berupaya agar hasil
karyanya mempunyai kelebihan terutama dibandingkan dengan sistem DDC. Sistem
klasifikasi DDC pada saat iitu dianggap terlalu umum sehingga sulit
memfasilitasi subjek-subjek yang spesifik. Sementara itu, UDC memiliki lebih
dari seratus ribu divisi pada tabel utama (bagan utama) sehingga lebih
memungkinkan untuk mengklasifikasi dokumen dengan sangat rinci. Oleh karena UDC
memungkinkan memberikan nomor secara mendetail, tidak mengherankan apabila banyak
perpustakaan khusus yang koleksinya subjek-subjek terperinci menggunakan sistem
ini. Kelebihan lainnya yang mencolok dibandingkan DDC adalah sistem ini
memungkinkan penetapan nomor seperti ini jelas tidak dimungkinkan oleh sistem
klasifikasi DDC karena dalam penetapan nomornya hanya diwakili oleh salah satu
subjek saja. UDC mempunyai prinsip-prinsip dasar sebagai berikut.[15]
1. Berdasarkan
analisis isi gagasan sehingga konsep-konsep yang saling berkaitan terkumpul.
2. Merupakan
sistem klasifikasi yang menyeluruh.
3. Merupakan
sistem klasifikasi decimal yang dibentuk dengan prinsip kerja umum ke khusus.
c. Library
of Congress Clasification (LCC)
Sistem
klasifikasi ini dikembangkan oleh
Library of Congress Amerika Serikat. Usianya sudah cukup tua, dan telah digunakan
oleh Library of Congress sejak tahun
1897. LCC pada prinsipnya membagi semua bidang ilmu pengetahuan menjadi
21 kelas. Kelas utama diberikan symbol dengan huruf capital (A-Z). Divisi utama
diberikan symbol dengan huruf capital ganda (AA-AZ sampai ZA-ZZ). Pembagian
selanjutnya digunakan symbol arab.[16] Secara
umum ada tiga jenis klasifiasi, seperti berikut ini[17]:
1. Klasifikasi
artificial
Klasifikasi artificial
pada dasarnya menggolongkan setiap bahan pustaka berdasarkan sifat-sifat yang
secara kebetulan melekat pada bahan pustaka tersebut. Misalnya, bahan pustaka
digolongkan berdasarkan, format, ukuran, atau warnanya.
2. Klasifikasi
utility
Pengelompokan
bahan pustaka dibedakan berdasarkan kegunaan dan jenisnya. Misalnya, buku
bacaan anak dibedakan dengan bacaan dewasa. Buku pegangan siswa diseolah
dibedakan dengan buku peganga guru. Buku koleksi referensi dibedakan dengan
koleksi sirkulasi (berdasarkan kegunaannya).
3. Klasifikasi
fundamental
Jenis klasifikasi
funfamental pada dasarnya menggolonhkan bahan pustaka yang ada diperpustakaan
berdasarkan subjeknya atau intim persoalan yang dibahas dalam bahan pustaka.
Hal yang dianggap tidak bisa dipisahkan antara satu bahan pustaka dan yang
lainnya adalah subjeknya. Pengelompokan bahan pustaka pada klasifikasi fundamental
tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik yang menyertainya, seperti nama pengarang,
ukuran, atau warna buku. Karena sifatnya fundamental inilah maka jenis
klasifikasi ini disebut klasifikasi fundamental, atau sering juga dinamai
klasifikasi alam. Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan sistem ini mempunyai
beberapa keuntungan:
1) Bahan
pustaka yang subjeknya sama atau hampir sama letaknya berdekatan.
2) Dapat
digunakan sebagai bahan pengambil keputusan untuk menyeimbangkan keadaan
koleksi untuk setiap kelas (subjek).
3) Memudahkan
pemustaka dalam menelususr informasi menurut subjeknya.
4) Memudahkan
pembuatan bibliografi menurut pokok maslah.
5) Untuk
membantu penyiangan atau weeding koleksi.
B. Katalogisasi
Salah satu kegiatan
pokok dalam pengelolaan perpustakaan adalah katalogisasi, yaitu proses
pengolahan data-data bibliografis yang terdapat dalam bahan-bahan perpustakaan
untuk menjadi katalog.[18] Menurut
penulis pengertian katalog adalah daftar
yang disusun secara sistematis dan menunjukkan lokasi bahan tersebut disimpan
yang mana dalam katalog tersebut memuat semua informasi penting mengenai bahan
pustaka. Berdasarkan pendapat mengenai pengertian katalog diatas tentunya
penulis dapat menarik kesimpulan mengenai tujuan utama diadakannya katalog
perpustakaan adalah untuk memudahkan pemustaka mendapatkan bahan pustaka yang
diinginkan. Keterangan atau deskripsi katalog mencakup:[19]
1. Tajuk
entri yang berupa nama pengarang utama (heading).
2. Judul
buku, baik judul utama maupun sub judul.
3. Keterangan
tentang kota terbit, nama penerbit dan tahun terbit (imprit).
4. Keterangan
tentang jumlah halaman, ukuran buku, ilustrasi, indeks, tabel, bibliografi dan
apendik.
5. Keterangan
singkat mengenai isi penerbitan, judul asli dan pengarang aslinya (apabila buku
tersebut hasil terjemah).
Fungsi katalog perpustakaan adalah:[20]
1. Mencatat
karya seorang pengarang pada tajuk yang sama, yaitu tajuk pengarang.
2. Menyusun
entri pengarang secara tepat sehingga semua karya seorang pengarang terdapat
pada tajuk yang sama.
3. Mencatat
semua judul dari koleksi yang dimiliki perpustakaan.
4. Mencatat
petunjuk di mana buku disusun di rak.
5. Mencatat
entri subjek dari karya-karya yang dimiliki perpustakaan.
6. Memberi
petunjuk dari entri yang tidak dipergunakan kepada entri yang digunakan
perpustakaan.
Fungsi katalog perpustakaan
adalah mempermudah pemustaka mencari informasi yang diketahui, baik berdasarkan
nama pengarang, judul buku dan subjek buku. Katalog juga berfungsi untuk
menunjukkan koleksi yang dimiliki perpustakaan. Katalogisasi dibagi tiga macam,
yaitu:[21]
1. Katalogisasi
sederhana, adalah kegiatan katalogisasi yang hanya mencantumkan informasi data
bibliografis, tingkat (lavel) 1 berdasarkan
Anglo American Cataloging Rules
(AACR) II, yaitu: judul asli, pengarang, edisi, penerbit, tempat terbit dan
nomor standar seperti International
Standard Book Number (ISBN).
2. Katalogisasi
kompleks adalah kegiatan katalogisasi yang mencamtumkan informasi data
bibliografis tingkat 1ditambah antara lain judul parallel, judul-judul seri,
judul terjemah dan pengarang tambahan.
3. Katalog
salinan adalah kegiatan menyalin data bibliografis koleksi dari sumber
bibliografi lain dengan atau tanpa menambah informasi yang diperlukan.
Menurut Yaya Suhendar,
di perpustakaan memiliki tiga katalog, yaitu katalog pengarang, katalog judul
dan katalog subjek.[22]
Disebut katalog pengarang karena bertajuk nama pengarang, disebut katalog judul
karena bertajuk judul dan begitu juga dengan katalog subjek.[23]
Katalog pengarang, katalog
judul dan subjek dapat memakai salah satu katalogisasi, hal ini sesuai dengan informasi
yang ada di dalam buku. Pada saat buku memiliki judul paralel, judul seri atau
pengarang tambahan maka katalog pengarang, katalog judul dan katalog subjek
memakai katalog kompleks. Jika pustakawan membuat katalog tentang salah satu
koleksi yang informasi bibliografi tidak tersedia dalam koleksi dan ternyata
koleksi tersebut sudah ada katalog
sebelumnya maka pustakawan melakukan katalogisasi salinan tanpa atau menambah
informasi yang diperlukan. Bentuk fisik katalog perpustakaan:[24]
1. Katalog
berkas (sheaf catalogue)
Katalog berkas
merupakannlembaran-lembaran lepas yang dijilid dan disampul. Pada bagian kiri,
biasanya diberi lubang untuk memudahkan penjilidan. Ukuran catalog jenis ini
ada yang 7,5 x 1,5 cm dan ada juga ukuran yang lebih lebar 10 x 15 cm, bahkan
ada yang 10 x 20 cm. Setiap berkas berisi 500 sampai dengan 600 lembar.
2. Katalog
Cetak (printed catalog) atau katalog
buku
Katalog jenis ini dibuat
dalam bentuk buku. Jenis katalog
ini sebenarnya sudah lama digunakan di dunia perpustakaan, tetapi sudah lama
juga ditinggalkan. Hal ini disebabkan ketidakfleksibelan dan biaya pembuatannya
cantuman. Walaupun demikian, jenis katalog
ini mempunyai keuntungan, yakni mudah dicetak sesuai dengan kebutuhan dan mudah
disebarluaskan.
3. OPAC
Open
Public Acces Catalog (OPAC) saat ini demikian popular.
Rata-rata perpustakaan besar, bahkan perpustakaan kecil sekalipun, kini telah menggunakan
katalog dalam bentuk OPAC. Hal ini
disebabkan katalog
OPAC mempunyai banyak keuntungan, di antaranya: (1) penelusuran informasi dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat; (2) penelusuran dapat dilakukan secara
bersama-sama tanpa saling menunggu: (3) penelusuran dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai pendekatan sekaligus, misalnya melalui judul, subjek,
tahun terbit, penerbit, dan sebagainya; (4) rekaman bibliografis yang
dimasukkan ke dalam entri katalog
tidak terbatas; (5) penelusuran dapat dilakukan dari beberapa tempat tanpa
harus mengunjungi perpustakaan, yaitu dengan mengunjungi perpustakaan, yaitu
dengan menggunakan jaringan LAN (Local
Ares Network) atau WAN (Wide Are
Network); mudah kerja sama dengan perpustakaan lain; (7) User Friendly.
4. Katalog
kartu (card catalog)
Katalog kartu dibuat
dalam bentuk kartu berukuran 7,5 x 12,5 cm. Kartu-kartu katalog disusun dalam laci-laci pada
lemari katalog. Kartu-kartu katalog
dalam laci disusun secara alfabetis. Sampai saat ini, katalog dalam bentuk kartu masih banyak
digunakan di berbagai perpustakaan di Indonesia. Hal ini disebabkan katalog kartu mempunyai banyak
keuntungan: praktis, fleksibel, tahan lama, sederhana, mudah diperbanyak, hemat
tempat, ekonomis, dan pencarian informasi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Kelemahannya adalah tidak dapat
digunakan secara bersama pada laci katalog yang sama.
C. Deskripsi
Bibliografi
Deskripsi bibliografi
merupakan uraian data yang terdapat dalam bahan pustaka. Seperti kita ketahui,
katalog berisi sejumlah keterangan yang berasal dari bahan pustaka yang
diwakilinya. Pencantuman data bibliografis di dalam sebuah katalog tidak bisa
dilakukan sembarangan pengatalog harus mengikuti aturan-aturan yang sudah
distandarkan. Peraturan tersebut diatur dalam International Standard Bibliographic Descriptin (ISBD) dan
entri-entri katalog disusun berdasarkan Anglo
American Cataloguing Rules, Revised Edition 2 (AACR-2). Memahami
aturan-aturan katalogisasi tersebut tentunya tidak mudah bagi pustakawan
Indonesia, karena selain menggunakan bahasa Inggris, juga tentunya dalam
berbagai hal kurang cocok dengan bahan-bahan Indonesia. Menyadari hal itu,
Perpustakaan Nasional telah menerbitkan buku Peraturan Katalogisasi Indonesia: Deskripsi Bibliografis (ISBD),
Penentuan Tajuk untuk Entri, Judul Seragam. Pustakawan Indonesia kiranya
dapat menggunakan buku tersebut sebagai pedoman karena isinya pada dasarnya
sudah disesuaikan dengan standar Internasional.[25]
Susunan deskripsi bibliografi terdiri
atas tujuh daerah yaitu[26]:
1. Daerah
judul dan pengarangnya
-Judul
sebenarnya/asli
-Judul
sejajar, judul lain, atau anak judul
-Pernyataan
pengarang
2. Daerah
edisi
-Pernyataan
edisi
-Pernyataan
pengarang sehubungan dengan edisi
3. Daerah
impresum (keterangan penerbitan)
-Tempat
terbit
-Nama
penerbit
-Tahun
terbit
4. Daerah
deskripsi fisik/ keterangan fisik
5. Daerah
seri monograf
-Pernyataan
seri
-Pernyataan
anak seri
-Pernyataan
nomor seri
-Seri
disertasi
Standar
nternasonal nomor terbitan berseri
6. Daerah
catatan (ditulis sebagai paragraph terpisah)
7. Daerah
Nomor Standar an Keterangan Ketersediaan
D. Penentuan
Tajuk Entri
Tajuk merupakan titik
akses pertama pada katalog ketika mencari buku-buku koleksi perpustakaan. Entri
merupakan suatu kesatuan informasi bibliografi dalam katalog. Entri utama
merupakan entri yang dibuat pertama kali sebagai dasar pembuatan entri-entri
lain. Sedangkan entri tambahan merupakan entri-entri lain yang dibuat
berdasarkan entri utama. Entri tambahan dapat berupa entri tambahan pengarang
kedua, pengarang ketiga, editor, penerjemah, dan sebagainya. Tajuk entri utama
(TEU) berarti tajuk yang terdapat pada awal suatu entri utama. Sedangkan tajuk
entri tambahan (TET) berarti tajuk yang terdapat pada awal suatu entri
tambahan. Penentuan tajuk entri utama dan tajuk entri tambahan sebagai berikut[27]:
1. Karya
pengarang tunggal
2. Karya
pengarang ganda
3. Karya
oleh tiga pengarang
4. Karya
lebih dari tiga pengarang
5. Karya
terjemahan
6. Karya
editor
7. Karya
saduran
8. Karya
badan korporasi
9. Karya
konferensi/pertemuan
E. Analisi
Subjek
Analisis subyek bukan
diartikan sebagai analisis tentang subyek subyek atau bidang-bidang pengetahuan
secara menyeluruh, melainkan lebih kepada Analisis suatu isi subyek dari suatu
dokumen secara individual, yakni the analysis
of subject as they are expressed in documents. Analis subyek harus
menyeleksi dan memberikan nama-nama konsep subyek sesuai dengan subyek yang
diungkapkan oleh peminta. Analisis subyek juga perlu berfikir ke arah isi
subyek yang sesuai dengan yang ada dalam dokumen. Isi subyek dalam dokumen
terdiri atas sejumlah konsep atau ide.
Di dalam analisis
subyek dari dokumennya, seorang pengindeks memilih konsep-konsep yang akan
digunakan di dalam deskripsi indeks dari dokumen dengan maksud agar
identifikasi dan penelusurannya bisa menjawab pertanyaan atau permintaan akan
konfirmasi. Dalam membuat atau mengkonsionalkan subyek ini, seorang pengindeks
menganalisis dengan cara menyebutkan atau menamai konsep-konsep terpilih dalam
kata-kata atau istilah apa saja yang dipilihnya.
F. Sistem
Temu Kembali Informasi
Unsur utama pada setiap
sarana temu kembali, baik yang susunannya menurut abjad istilah maupun yang
menurut kelas berdasarkan urutan notasi, adalah bahasa. Permintaan pengguna dan
koleksi yang tersedia, keduanya menggunakan bahasa. Karena itu, setiap
pencocokan permintaan dan koleksi perpustakaan melibatkan bahasa. Tetapi sarana
temu kembali tidak dapat semata-mata mengandalkan penggunaan bahasa secara
umum. Modifikasi diperlukan, baik yang berkaitan dengan kosa kata maupun
sintaksis, sehingga harus diciptakan bahasa terkendali, yaitu bahasa indeks.[28]
Bahasa Indeks, Indexing Language (Controlled vocabulary atau kosakata terkendali) adalah Daftar
istilah atau notasi yang dapat digunakan sebagai titik temu (access point) dalam suatu indeks, dan
sarana-sarana yang dapat menunjukkan hubungan antar istilah. Bahasa indeks ada
3 jenisnya, yaitu skema klasifikasi, daftar tajuk subjek, dan tesaurus. Skema
klasifikasi dan daftar subjek merupakan bahasa indeks tradisional yang biasa
digunakan dalam sistem pralaras (precoordinated
sytem) seperti katalog tradisional, bibliografi dan indeks cetak. Sedangkan
thesaurus diciptakan setelah Perang Dunia II, terutama digunakan dalam sistem
pascalaras (postcoordinated system)
seperti katalog
pada disk komputer. Tujuan pengendalian pada bahasa indeks adalah sebagai
berikut[29]:
1. Ketaatasasan
dalam pembuatan deskriptif
indeks
2. Kecocokan
kosa kosakata antara yang membuat deskripsi indeks dan pengguna yang menelusur
sarana temu kembali
3. Kemungkinan
untuk mengadakan penelusuran generik
dengan meluaskan atau menyempitkan penelusuran sesuai keperluan pengguna
masing-masing.
C. Standar Pengelolaan Bahan Pustaka (koleksi)
Standar
perpustakaan perguruan tinggi ini menetapkan dasar pengelolaan perpustakaan
perguruan tinggi yang mampu memfasilitasi proses pembelajaran serta berperan
dalam meningkatkan iklim/atmosfer akademik. Standar ini berlaku pada
perpustakaan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang meliputi
universitas, institute, sekolah tinggi, akademi, politeknik dan perguruan tinggi
lainnya yang sederajat.[30]
1. Jenis
dan jumlah koleksi
a. Koleksi
perpustakaan berbentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekan terdiri
atas fiksi dan nonfiksi.
b. Koleksi
nonfiksi terdiri atas buku wajib mata kuliah, bacaan umum, referensi, terbitan berkala,
muatan local, laporan penelitian, dan literature kelabu.
c. Jumlah
buku wajib dihitung menggunakan rumus 1 program studi x (144 sks dibagi 2 sks
per mata kuliah)x 2 judul permata kuliah= 144 judul buku wajib per program
studi.
d. Judul
buku pengembangan = 2 x jumlah buku wajib.
e. Koleksi
AV (judul) =2% dari total jumlah judul koleksi non AV
f. Majalah
ilmiah popular minimal 1 judul (berlangganan atau menerima secara rutin) per
program studi.
g. Muatan
local (local content) yang terdiri dari hasil karya ilmiah civitas akademika
(skripsi, tesis, disertasi, makalah, seminar, symposium, konferensi, laporan
penelitian, laporan pengabdian masyarakat, laporan lain-lain, pidato
pengukuhan, artikel yang dipublikasi di media massa, publikasi internal kampus,
majalah atau bulletin kampus).
2. Penambahan
koleksi
1%
dari total koleksi (judul) yang sudah ada, atau minimal 1 judul untuk 1 mata
kuliah, dipilih yang lebih besar.
3. Koleksi
khusus
Perpustakaan
menyediakan koleksi khusus perpustakaan perguruan tinggi, yaitu bahan perpustakaan
berupa hasil penelitian, skripsi, tesis dan disertasi minimal 1.000 judul.
4. Bahan perpustakaan referensi
Perpustakaan
menyediakan bahan perpustakaan referensi. Koleksi bahan perpustakaan referensi
minimal meliputi kamus umum bahasa Indonesia dan kamus bahasa Ingris-Indonesia,
kamus bahasa Indonesia-Inggris, kamus bahasa daerah, kamus bahasa
Perancis-Indonesia, kamus bahasa Indonesia-Perancis, kamus bahasa
Jepang-Indonesia, kamus bahasa Indonesia-Jepang, kamus bahasa
Indonesia-Mandarin, kamus bahasa Indonesia-Arab, kamus bahasa Arab-Indonesia,
kamus subyek, ensiklopedi, sumber biografi, atlas, peta, bola dunia, direktori
(terutama buku telepon).
5. Pengorganisasian
bahan pustaka
Bahan
perpustakaan dideskripsikan, diklasifikasi, diberi tajuk subjek, dan disusun
secara sistematis dengan mengguanakan pedoman yang berlaku secara nasional
dan/atau internasional:
- Pedoman
deskripsi bibliografis
- Bagan
klasifikasi
- Pedoman
tajuk subjek
- Pedoman
penentuan tajuk entri utama
6. Cacah
ulang
Perpustakaan
melakukan cacah ulang koleksi perpustakaan sekurang-kurangnya sekali dalam satu
tahun, dapat dilakukan secara keseluruhan maupun parsial.
7. Penyiangan
Penyiangan
dilakukan sesuai kebutuhan melalui koordinasi dengan jurusan/program study
terkait.
8. Pelestarian
bahan pustaka
Pelestarian
bahan perpustakaan meliputi kegiatan yang bersifat pencegahan dan
penanggulangan kerusakan fisik dan/atau pengalihmediaan isi dari sebuah format
ke format lain.[31]
[1] Ahmad Amrizal, UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dapat ditemukan
di ahmd amrizal/01uu-no20-tahun-2003-tentang-sistem-pendidikan-nasional.
Diakses pada 17 febuari 2015.
[2] Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2010), h.3.
[3] Abdul Rahman Saleh, Percikan Pemikiran di Bidang Kepustakawanan
(Jakarta:Sagung Seto,2011), h. 4.
[4]
Abdul Rahman Saleh, Percikan Pemikiran di Bidang Kepustakawanan
(Jakarta:Sagung Seto,2011), h. 46.
[5] Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, Standar Nasional Perpustakaan, (Jakarta: PNRI, 20011). SNP 007
[6]Darmono, Pengorganisasian Koleksi Perpustakaan, (Artikel Perpustakaan, 2014)
library.um.ac.id/index.php/Artikel-Pustakawan/pengorganisasian-koleksi-perpustakaan.html
diakses tanggal 29 oktober 2014, jam 20:16
[7]Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, Standar Nasional Perpustakaan,
(Jakarta: PNRI, 20011). SNP 007
[8] Karmidi Martoatmodjo, Pelestarian
Bahan Pustaka (Jakarta: Universitas Terbuka, 1993) h. 1.
[9] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka,(Bandung: Yrama
Widya, 2014) h.4.
[10] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h.6.
[11]Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi (Palembang: IAIN Raden Fatah
Press, 2006) , h. 78.
[12] Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi , h. 78.
[13]
TowaP.Hamakonda dan J.N.B.Tairas,
Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey,
h. 4.
[14] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h. 49.
[15]
Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h.15.
[16] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h.19.
[17] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h.7.
[18] Anis Masruri, dkk, Dasar-dasar Katalogisasi (Yoyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2008), h. 3.
[19] Sutarno, Manajemen Perpustakaan (Jakarta: Sagung Seto, 2006), h.182
[20] Departemen Agama RI, Buku Pedoman Perpustakaan Dinas
(Jakarta: Departemen RI), h.90.
[21] Sutarno, Manajemen Perpustakaan, h.182
[22] Yaya Suhendar, Pedoman Katalogisasi: Cara Mudah membuat
Katalog Perpustakaan, h. 26-27.
[23] F. Rahayuningsih, Pengelolaan Perpustakaan (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2007), h. 69.
[24] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h. 130.
[25] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h. 136.
[26] Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi , h. 82.
[27]
F. Rahayuningsih, Pengelolaan Perpustakaan (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2007), h. 61.
[28] Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi , h. 98.
[29] Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi , h. 99.
[30]Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, Standar Nasional Perpustakaan,
(Jakarta: PNRI, 20011). SNP 007
[31] Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Standar Nasional Perpustakaan, (Jakarta:
PNRI, 20011). SNP 007