Thursday 15 October 2015

Pengorganisasian Bahan Pustaka




A.  Perpustakaan Perguruan Tinggi
1.    Pengertian
Perpustakaan diadakan atau didirikan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya, serta secara tidak langsung akan dapat meningkatkan mutu kehidupan penggunanya itu sendiri. Perpustakaan memiliki peran penting di dunia pendidikan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanahkan bahwa setiap lembaga pendidikan harus mempunyai perpustakaan.[1] Sulistyo-Basuki menyatakan bahwa Perpustakaan adalah sebuah ruangan, sebagian sebuah gedung ataupun sebuah gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca bukan untuk dijual.[2]
Undang-undang 43 tahun 2007 memang tidak secara tegas mendefinisikan perpustakaan perguruan tinggi. Namun definisi perpustakaan perguruan tinggi dapat diturunkan dari definisi perpustakaan sebagaimana disebutkan pada pasal 1 ayat 1 UU 43 tahun 2007 yaitu institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesionak dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Jadi perpustakaan  perguruan tinggi adalah perpustakaan sebagaimana definisi undang-undang tadi dan diselenggarakan oleh perguruan tinggi (pasal 24 UU 43 tahun 2007).[3]
Menurut penulis perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada di lingkungan perguruan tinggi yang mana memiliki fungsi sebagai penunjang aktivitas akademik dan menyediakan informasi untuk penggunanya. Dimana saja perpustakaan itu berada maka harus bisa menjalankan fungsinya dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna.
1.      Fungsi
Fungsi perpustakaan perguruan tinggi dijabarkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU 43 tahun 2007 (selanjutnya disingkat RPP). Pada RPP dinyatakan bahwa perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai sumber belajar, penelitian, deposit internal, pelestarian, dan pusat jejaring bagi civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi. Mari kita bahas satu persatu fungsi yang diamanatkan oleh RPP tersebut.[4]
a.    Fungsi Sumber Belajar
Fungsi yang pertama adalah sebagai sumber belajar tentu bukan satu-satunya sumber belajar karena masih ada sumber belajar lain seperti dosen dan lain-lain. Sebagai salah satu pusat sumber belajar, maka perputakaan perguruan tinggi harus dilengkapi oleh koleksi bahan perpustakaan. Pada RPP ini juga ditentukan bahwa koleksi perpustakaan perguruan tinggi paling sedikit berjumalh 2.500 judul. Koleksi ini terdiri dari buku teks wajib untuk mendukung mata kuliah, buku teks penunjang atau buku anjuran dan buku teks pengayaan. Selain itu koleksi tersebut ditambahkan buku referensi umum dan referensi khusus, terbitan berkala, terbitan perguruan tinggi, terbitan pemerintah, dan koleksi khusus. Banyak perguruan tinggi yang yang memiliki koleksi diatas 50.000 judul, namun lebih banyak lagi perguruan tinggi yang masih kesulitan untuk mencapai 2.500 judul. Padahal salah satu indikator mutu sebuah perguruan tinggi adalah perpustakaan yang baik sehingga dapat mendukung proses belajar mengajar di perguruan tinggi tersebut.Menurut wacana  dalam beberapa diskusi pustakawan, untuk mencapai suatu kualitas internasional, koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan perguruan tinggi setidak-tidaknya adalah 100 eksemplar koleksi untuk setiap satu orang mahasiswa, sehingga untuk perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa 10.000 orang harus dilengkapi dengan koleksi sebesar 1 juta eksemplar.
b.    Fungsi Penelitian
Fungsi yang kedua adalah sebagai penelitian. Fungsi ini dapat diterjemahkan sebagai sumber informasi untuk penelitian dan sebagai tempat penelitian itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu dharma dari tri dharma perguruan tinggi adalah penelitian. Untuk itu maka staf pengajar diwajibkan untuk melakukan penelitian sebagai salah satu syarat untuk pengembangan karir mereka. Untuk itu perpustakaan di perguruan tinggi harus mendukung fungsi penelitian ini dengan menyediakan informasi. Pada beberapa kasus maka penelitian tersebut dilakukan di perpustakaan, seperti misalnya penelitian literature. Untuk mendukung fungsi penelitian ini maka perpustakaan perguruan tinggi harus dilengkapi dengan koleksi jurnal ilmiah yang lengkap serta selalu mutakhir.
c.    Fungsi Deposit Intenal
Fungsi krtiga dari perpustakaan perguruan tinggi adalah pusat deposit internal perguruan tinggi. Sebagaimana kita tahu, setiap perguruan tinggi menghasilkan ratusan bahkan ribuan karya ilmiah setiap tahunnya sebagai hasil dari penelitian  yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa. Sebagai penghasil karya ilmiah, maka perguruan tinggi harus melakukan penyimpanan dan pemeliharaan terhadap karya-karya ilmiah tersebut. Unit atau lembaga yang tepat untuk ditugasi mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan mendayagunakan karya ilmiah tersebut adalah perpustakaan. Pada tingkat nasional maka Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, LIPI yang diserahi sebagai pusat deposit nasional untuk karya-karya ilmiah yang tidak dipublikasi atau dipublikasi secara terbatas. Karya ilmiah yang demikian disebut dengan istilah pustaka kelabu (grey literatur). Untuk keperluan deposit ini maka Menteri Riset dan Teknologi mengeluarkan peraturan atau keputusan yaitu Keputusan Menteri Riset dan Teknologi nomor 44 tahun 2000 tentang penyampaian literatur kelabu yang berkaitan  dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sedangkan pada tingkat universitas, bebrapa universitas mengeluarkan keputusan rektor tentang wajib simpan karya tulis ilmiah di lingkungan universitasnya. Sebagai tindak lanjut dari tugas menjadi lembaga deposit bagi literatur ilmiah tersebut maka perpustakaan harus melakukan pemeliharaan bagi koleksi karya ilmiah yang dikumpulkannya dan memberikan jaminan bahwa karya ilmiah tersebut dapat digunakan oleh pemustaka yang memerlukannya.
d.   Fungsi Pelestarian Informasi
Fungsi ini ada kaitannya denga fungsi ketiga yaitu sebagai deposit. Oleh karena itu perpustakaan harus memelihara setiap potong informasi ilmiah yan dikoleksinya. Untuk memelihara informasi ini beberapa perpustakaan perguruan tinggi saat ini melakukan alih media dari koleksi cetak jadi koleksi digital. Hal ini dilakukan dalam upaya menjamin agar informasi yang dimilikinya dapat terpelihara dari kerusakan dan kehilangan. Selain itu dengan bentuk digital maka koleksi karya ilmiah tadi dapat lebih mudah dilayankan. Hanya perpustakaan-perpustakaan besar yang sudah mulai melakukan digitalisasi atas koleksi karya ilmiahnya. Perpustakaan kecil masih berkutat dengan kesulitan mengumpulkan literature yang wajib disediakan bagi sivitas akademikanya. Bahkan masih banyak perpustakaan yang hanya mengadakan bahan perpustakaannya hanya untuk memenuhi persyaratan minimal yang ditentukan oleh pemerintah melalui permendiknas nomor 234 tahun 2000.
e.    Fungsi Sebagai Pusat Jejaring Civitas Akademika
Fungsi kelima dari perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai pusat jejaring bagi civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi. Sebagaimana kita kita ketahui bahwa tidak ada seorangpun yang dapat melengkapi kebutuhan informasinya dengan cara memiliki atau membelinya sendiri. Oleh karena itu, perpustakaan harus menjalin kerjasama dengan perpustakaan lain, atau bahkan dengan lembaga lain untuk membantu setiap pemustakanya dalam memenuhi kebutuhan informasinya.
2.    Tujuan
Perpustakaan perguruan tinggi bertujuan:
a.    Menyediakan bahan perpustakaan dan akses informasi bagi pemustaka untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
b.    Mengembangkan, mengorganisasi dan mendayagunakan koleksi.
c.    Meningkatkan literasi informasi pemustaka.
d.   Mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi.
e.    Melestarikan bahan perpustakaan, baik isi maupun medianya.[5]

B.  Pengorganisasian Bahan Pustaka
1.    Pengorganisasian
Penulis mencoba memaparkan pengertian pengorganisasian bahan pustaka di perpustakaan Universitas Global Mandiri Palembang. Berikut beberapa pengertian pengorganisasian, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengorganisasian adalah proses, cara, perbuatan untuk mengorganisasi. Sedangkan menurut Darmono pengorganisasian koleksi perpustakaan adalah metode penyusunan item (berisi informasi atau keterangan tertentu) dilakukan secara sistematis baik menurut abjad maupun urutan logika yang lain. Dalam praktiknya kegiatan organisasi koleksi berkaitan dengan pembuatan katalog perpustakaan.[6] Berdasarkan Standar Nasional Perpustakaan (SNI) kegiatan pengorganisasian dimulai dengan mendeskripsikan bahan pustaka, diklasifikasi, diberi tajuk subjek dan disusun secara sistematis dengan pedoman yang berlaku secara nasional dan/atau internasional.[7] Jadi pengorganisasian bahan pustaka bisa penulis artikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mengatur bahan pustaka agar sistematis dan mudah diakses oleh pengguna.
2.    Bahan Pustaka
Bahan Pustaka merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan selain ruangan atau gedung, peralatan atau perabot, tenaga dan anggaran. Unsur-unsur tersebut satu sama lain saling berkaitan dan saling mendukung untuk terselenggaranya layanan perpustakaan yang baik. Bahan pustaka yang antara lain berupa buku, terbitan berkala (surat kabar dan majalah), serta bahan audiovisual seperti audio kaset, video, selid, dan sebagainya.[8] Pada penelitian ini peneliti khusus membahas mengenai pengorganisasian bahan pustaka buku.
3.    Pengorganisasian Bahan Pustaka
Membahas lebih dalam pengertian pengorganisasian, pengorganisasian ini termasuk dalam fungsi manajemen yang kedua, yang mana pengertiannya ialah fungsi manajemen yang berhubungan dengan pembagian tugas. Siapa mengerjakan apa dan siapa bertanggung jawab pada siapa. Di dalam menjalankan sebuah perpustakaan pengorganisasian juga diterapkan untuk mengelola bahan pustaka sampai siap disajikan bagi pengguna. Adapun kegiatan dalam pengorganisaian bahan pustaka ialah sebagai berikut:
A.   Klasifikasi
Pengertian klasifikasi tersebut secara prinsip jelas merujuk kepada pengelompokkan atau penggolongan seperti yang dimaknai oleh awam. Definisi lain yang sederhana dan juga cukup representative, mengatakan bahwa klasifikasi perpustakaan adalah pengelompokkan yang sistematis pada sejumlah objek, gagasan, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama (hamakonda). Jadi penulis menyimpulkan bahwa klasifikasi merupakan pengelompokkan bahan-bahan pustaka berdasarkan ciri-ciri yang sama mulai dari subjek, bentuk, warna agar memudahkan pemustaka dala pencarian dan penenpatan kembali bahan pustaka.
Dengan adanya klasifikasi perpustakaan, bahan pustaka akan tersusun secara sistematis sehingga memudahkan pemustaka dan pustakawan untuk menemukan dan menempatkannya kembali. Klasifikasi perpustakaan dianggap vital karena tanpa kegiatan tersebut, bahan-bahan pustaka yang jumlahnya ribuan sampai jutaan yang terdiri atas berbagai bentuk akan berubah menjadi tumpukan informasi yang tidak teratur, sehingga akan menyulitkan dalam pencarian dan penempatannya kembali. Dengan adanya klasifikasi maka bahan-bahan pustaka yang awalnya terkesan “berantakan” akan tertata secara sistematis sehingga semua bahan pustaka dapat ditemukan dengan mudah. Tidak menjadi masalah apapun bentuk media katalog yang digunakan, apakah dengan komputer atau manual, semuanya akan menjawab dimana sebuah bahan pustaka berada dalam sebuah perpustakaan.[9]
Dilihat dari sisi manfaat, jelas klasifikasi dapat membantu pemustaka dalam kedudukannya sebagai pencari informasi dan pustakawan dalam kedudukannya sebagai pengelola perpustakaan. Mudyana dan Royani merinci manfaat klasifikasi seperti berikut ini.[10]
a.    Pustakawan serta pembaca dapat menyurvei koleksi buku-buku yang dimilikinya.
b.    Ia dapat memili kemungkinan perkembangan kolejsi dan kelebihan kelas yang harus disianginya, kelemahan, serta kekuatan kelas-kelas tertentu.
c.    Ia akan diingatkan oleh kekurangan yang harus diisi oleh kelebihan kelas yang harus disiangi.
d.   Melalui studi dari suatu sistem klasifikasi tertentu, ia akan menemukan cara berfikir secara teratur dan sistematis.
e.    Klasifikasi juga mempunyai nilai yang nyata kepada orang lain diluar perpustakaan, misalnya dalam melengkapi fakta-fakta, pembuatan garis besar subjek-subjek, dan dalam menolong mengklasifikasikan informasi.
f.     Seorang mahasiswa yang sedag mempersiapkan sebuah skripsi sering kali mendapatkan garis besar subjeknya dari bagan klasifikasi.
g.    Dalam bagan kesustraan, ia akan menemukan garis besar gerakan kesusasteraan di berbagai Negara yang dilengkapi dengan sebuah daftar pengarang penting dari tiap bab.
h.    Dalam bagan sejarah, mungkin ditemukan garis besar sejarah dari suatu negara secara kronologis dengan tahun-tahun dan sebuah daftar peristiwa-peristiwa penting.
i.      Mereka yang mempelajari ilmu pengetahuan perpustakaan akan menemukan reviu yang sangat memuaskan di bawah notasi “020” dari bagan klasifikasi Dewey dan dibawah notasi dari bagan klasifikasi congress.
j.      Mudah membuat bibliografi mengenai malash tertentu.
k.    Mudah mengadakan pameran mengenai masalah tertentu.
Senada dengan pendapat Mudyana dan Royani tujuan klasifikasi untuk mengorganisasikan bahan pustaka dengan sistem tertentu sehingga memudahkan temu kembali dokumen yang dibutuhkan. Adapun rincian dari tujuan tersebut sebagai berikut:[11]
a.    Menghasilkan urutan yang berguna (menghasilkan urutan atau susunan bahan pustaka yang berguna bagi staf perpustakaan maupun pengguna perpustakaan).
b.    Penempatan yang tepat (bahan pustaka mudah diketemukan oleh pengguna dan mudah dikembalikan oleh petugas ketempatnya sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan).
c.    Penyusunan mekanis (apabila ada koleksi bahan pustaka baru mudah disisipkan diantara koleksi yang sudah ada. Jika ada penarikan koleksi bahan pustaka karena ada peminjam maka tidak akan mengganggu susunan koleksi bahan pustaka dijajaran).
Pengorganisasian koleksi suatu perpustakaan pada umunya didasarkan pada pedoman standar Internasional seperti:[12]
a.    Dewey Decimal Classification (DDC)
Tidak bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan di dunia adalah DDC. Kelebihan DDC tentunya bukan semata karena luas penggunaannya, melainkan juga sistem klasifikasi ini menggunakan notasi angka yang logis, sederhana, fleksibel, dan mudah dipahami. Penciptanya adalah Melvil Dewey atau nama lengkapnya adalah Melvil Louis Kassuth Dewey (1851-1931).
Towa P. hamakonda menjelaskan bahwa sistem klasifikasi persepuluhan dewey membagi ilmu pengetahuan menjadi 10 kelas utama, kemudian dari 10 kelas utama masing-masing dibagi menjadi 10 divisi, dan selanjutnya masing-masing divisi dibagi lagi menjadi 10 seksi. Sehingga DDC terdiri dari 10 ilmu pengetahuan, 100 divisi, dan 1000 seksi. Meskipun demikian, DDC masih memungkinkan pembagian lebih lanjut dari seksi menjadi sub-seksi, dari sub-seksi menjadi sub-sub-seksi dan seterusnya.[13]
Keunggulan DDC juga karena sistem ini direvisi secara terus-menerus sesuai dengan perkembangan ilmu. Hal ini menyebabkan sistem ini selalu dalam keadaan up to date sehinga subjek-subjek baru terakomodasi dengan lengkap. Kemutakhiran isi DDC bisa terjaga karena sistem ini mempunyai lembaga khusus yang mengawasi dan mendukung penerbitannya adalah Forest Press. Kedua badan tersebut memeriksa usulan revisis dan mengajukan saran perbaikan kepada Forest Press.[14]
b.    Universal Decimal Classification (UDC)
UDC pada dasarnya merupakan adaptasi dari sistem klasifikasi DDC yang tentunya telah diberi izin oleh Melvil dewey sendiri. Perintis pengembangan UDC adalah bibliographer asal Belgia bernama Paul Otlet dan Henri La Fontane sekitar akhir abad ke-19. Sebagai sistem klasifikasi baru, para penggagas berupaya agar hasil karyanya mempunyai kelebihan terutama dibandingkan dengan sistem DDC. Sistem klasifikasi DDC pada saat iitu dianggap terlalu umum sehingga sulit memfasilitasi subjek-subjek yang spesifik. Sementara itu, UDC memiliki lebih dari seratus ribu divisi pada tabel utama (bagan utama) sehingga lebih memungkinkan untuk mengklasifikasi dokumen dengan sangat rinci. Oleh karena UDC memungkinkan memberikan nomor secara mendetail, tidak mengherankan apabila banyak perpustakaan khusus yang koleksinya subjek-subjek terperinci menggunakan sistem ini. Kelebihan lainnya yang mencolok dibandingkan DDC adalah sistem ini memungkinkan penetapan nomor seperti ini jelas tidak dimungkinkan oleh sistem klasifikasi DDC karena dalam penetapan nomornya hanya diwakili oleh salah satu subjek saja. UDC mempunyai prinsip-prinsip dasar sebagai berikut.[15]
1.    Berdasarkan analisis isi gagasan sehingga konsep-konsep yang saling berkaitan terkumpul.
2.    Merupakan sistem klasifikasi yang menyeluruh.
3.    Merupakan sistem klasifikasi decimal yang dibentuk dengan prinsip kerja umum ke khusus.
c.    Library of Congress Clasification (LCC)
Sistem klasifikasi ini dikembangkan  oleh Library of Congress Amerika Serikat. Usianya sudah cukup tua, dan telah digunakan oleh Library of Congress sejak tahun   1897. LCC pada prinsipnya membagi semua bidang ilmu pengetahuan menjadi 21 kelas. Kelas utama diberikan symbol dengan huruf capital (A-Z). Divisi utama diberikan symbol dengan huruf capital ganda (AA-AZ sampai ZA-ZZ). Pembagian selanjutnya digunakan symbol arab.[16] Secara umum ada tiga jenis klasifiasi, seperti berikut ini[17]:
1.    Klasifikasi artificial
Klasifikasi artificial pada dasarnya menggolongkan setiap bahan pustaka berdasarkan sifat-sifat yang secara kebetulan melekat pada bahan pustaka tersebut. Misalnya, bahan pustaka digolongkan berdasarkan, format, ukuran, atau warnanya.

2.    Klasifikasi utility
Pengelompokan bahan pustaka dibedakan berdasarkan kegunaan dan jenisnya. Misalnya, buku bacaan anak dibedakan dengan bacaan dewasa. Buku pegangan siswa diseolah dibedakan dengan buku peganga guru. Buku koleksi referensi dibedakan dengan koleksi sirkulasi (berdasarkan kegunaannya).
3.    Klasifikasi fundamental
Jenis klasifikasi funfamental pada dasarnya menggolonhkan bahan pustaka yang ada diperpustakaan berdasarkan subjeknya atau intim persoalan yang dibahas dalam bahan pustaka. Hal yang dianggap tidak bisa dipisahkan antara satu bahan pustaka dan yang lainnya adalah subjeknya. Pengelompokan bahan pustaka pada klasifikasi fundamental tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik yang menyertainya, seperti nama pengarang, ukuran, atau warna buku. Karena sifatnya fundamental inilah maka jenis klasifikasi ini disebut klasifikasi fundamental, atau sering juga dinamai klasifikasi alam. Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan sistem ini mempunyai beberapa keuntungan:
1)   Bahan pustaka yang subjeknya sama atau hampir sama letaknya berdekatan.
2)   Dapat digunakan sebagai bahan pengambil keputusan untuk menyeimbangkan keadaan koleksi untuk setiap kelas (subjek).
3)   Memudahkan pemustaka dalam menelususr informasi menurut subjeknya.
4)   Memudahkan pembuatan bibliografi menurut pokok maslah.
5)   Untuk membantu penyiangan atau weeding koleksi.
B.  Katalogisasi
Salah satu kegiatan pokok dalam pengelolaan perpustakaan adalah katalogisasi, yaitu proses pengolahan data-data bibliografis yang terdapat dalam bahan-bahan perpustakaan untuk menjadi katalog.[18] Menurut penulis pengertian  katalog adalah daftar yang disusun secara sistematis dan menunjukkan lokasi bahan tersebut disimpan yang mana dalam katalog tersebut memuat semua informasi penting mengenai bahan pustaka. Berdasarkan pendapat mengenai pengertian katalog diatas tentunya penulis dapat menarik kesimpulan mengenai tujuan utama diadakannya katalog perpustakaan adalah untuk memudahkan pemustaka mendapatkan bahan pustaka yang diinginkan. Keterangan atau deskripsi katalog mencakup:[19]
1.    Tajuk entri yang berupa nama pengarang utama (heading).
2.    Judul buku, baik judul utama maupun sub judul.
3.    Keterangan tentang kota terbit, nama penerbit dan tahun terbit (imprit).
4.    Keterangan tentang jumlah halaman, ukuran buku, ilustrasi, indeks, tabel, bibliografi dan apendik.
5.    Keterangan singkat mengenai isi penerbitan, judul asli dan pengarang aslinya (apabila buku tersebut hasil terjemah).
Fungsi katalog perpustakaan adalah:[20]
1.    Mencatat karya seorang pengarang pada tajuk yang sama, yaitu tajuk pengarang.
2.    Menyusun entri pengarang secara tepat sehingga semua karya seorang pengarang terdapat pada tajuk yang sama.
3.    Mencatat semua judul dari koleksi yang dimiliki perpustakaan.
4.    Mencatat petunjuk di mana buku disusun di rak.
5.    Mencatat entri subjek dari karya-karya yang dimiliki perpustakaan.
6.    Memberi petunjuk dari entri yang tidak dipergunakan kepada entri yang digunakan perpustakaan.
Fungsi katalog perpustakaan adalah mempermudah pemustaka mencari informasi yang diketahui, baik berdasarkan nama pengarang, judul buku dan subjek buku. Katalog juga berfungsi untuk menunjukkan koleksi yang dimiliki perpustakaan. Katalogisasi dibagi tiga macam, yaitu:[21]
1.    Katalogisasi sederhana, adalah kegiatan katalogisasi yang hanya mencantumkan informasi data bibliografis, tingkat (lavel) 1 berdasarkan  Anglo American Cataloging Rules (AACR) II, yaitu: judul asli, pengarang, edisi, penerbit, tempat terbit dan nomor standar seperti International Standard Book Number (ISBN).
2.    Katalogisasi kompleks adalah kegiatan katalogisasi yang mencamtumkan informasi data bibliografis tingkat 1ditambah antara lain judul parallel, judul-judul seri, judul terjemah dan pengarang tambahan.
3.    Katalog salinan adalah kegiatan menyalin data bibliografis koleksi dari sumber bibliografi lain dengan atau tanpa menambah informasi yang diperlukan.
Menurut Yaya Suhendar, di perpustakaan memiliki tiga katalog, yaitu katalog pengarang, katalog judul dan katalog subjek.[22] Disebut katalog pengarang karena bertajuk nama pengarang, disebut katalog judul karena bertajuk judul dan begitu juga dengan katalog subjek.[23]
Katalog pengarang, katalog judul dan subjek dapat memakai salah satu katalogisasi, hal ini sesuai dengan informasi yang ada di dalam buku. Pada saat buku memiliki judul paralel, judul seri atau pengarang tambahan maka katalog pengarang, katalog judul dan katalog subjek memakai katalog kompleks. Jika pustakawan membuat katalog tentang salah satu koleksi yang informasi bibliografi tidak tersedia dalam koleksi dan ternyata koleksi tersebut sudah ada katalog sebelumnya maka pustakawan melakukan katalogisasi salinan tanpa atau menambah informasi yang diperlukan. Bentuk fisik katalog perpustakaan:[24]
1.    Katalog berkas (sheaf catalogue)
Katalog berkas merupakannlembaran-lembaran lepas yang dijilid dan disampul. Pada bagian kiri, biasanya diberi lubang untuk memudahkan penjilidan. Ukuran catalog jenis ini ada yang 7,5 x 1,5 cm dan ada juga ukuran yang lebih lebar 10 x 15 cm, bahkan ada yang 10 x 20 cm. Setiap berkas berisi 500 sampai dengan 600 lembar.
2.    Katalog Cetak (printed catalog) atau katalog buku
Katalog jenis ini dibuat dalam bentuk buku. Jenis katalog ini sebenarnya sudah lama digunakan di dunia perpustakaan, tetapi sudah lama juga ditinggalkan. Hal ini disebabkan ketidakfleksibelan dan biaya pembuatannya cantuman. Walaupun demikian, jenis katalog ini mempunyai keuntungan, yakni mudah dicetak sesuai dengan kebutuhan dan mudah disebarluaskan.
3.    OPAC
Open Public Acces Catalog (OPAC) saat ini demikian popular. Rata-rata perpustakaan besar, bahkan perpustakaan kecil sekalipun, kini telah menggunakan katalog dalam bentuk OPAC. Hal ini disebabkan katalog OPAC mempunyai banyak keuntungan, di antaranya: (1) penelusuran informasi dapat dilakukan dengan cepat dan tepat; (2) penelusuran dapat dilakukan secara bersama-sama tanpa saling menunggu: (3) penelusuran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan sekaligus, misalnya melalui judul, subjek, tahun terbit, penerbit, dan sebagainya; (4) rekaman bibliografis yang dimasukkan ke dalam entri katalog tidak terbatas; (5) penelusuran dapat dilakukan dari beberapa tempat tanpa harus mengunjungi perpustakaan, yaitu dengan mengunjungi perpustakaan, yaitu dengan menggunakan jaringan LAN (Local Ares Network) atau WAN (Wide Are Network); mudah kerja sama dengan perpustakaan lain; (7) User Friendly.
4.    Katalog kartu (card catalog)
Katalog kartu dibuat dalam bentuk kartu berukuran 7,5 x 12,5 cm. Kartu-kartu katalog disusun dalam laci-laci pada lemari katalog. Kartu-kartu katalog dalam laci disusun secara alfabetis. Sampai saat ini, katalog dalam bentuk kartu masih banyak digunakan di berbagai perpustakaan di Indonesia. Hal ini disebabkan katalog kartu mempunyai banyak keuntungan: praktis, fleksibel, tahan lama, sederhana, mudah diperbanyak, hemat tempat, ekonomis, dan pencarian informasi dapat dilakukan dengan berbagai  pendekatan. Kelemahannya adalah tidak dapat digunakan secara bersama pada laci katalog yang sama.
C.  Deskripsi Bibliografi
Deskripsi bibliografi merupakan uraian data yang terdapat dalam bahan pustaka. Seperti kita ketahui, katalog berisi sejumlah keterangan yang berasal dari bahan pustaka yang diwakilinya. Pencantuman data bibliografis di dalam sebuah katalog tidak bisa dilakukan sembarangan pengatalog harus mengikuti aturan-aturan yang sudah distandarkan. Peraturan tersebut diatur dalam International Standard Bibliographic Descriptin (ISBD) dan entri-entri katalog disusun berdasarkan Anglo American Cataloguing Rules, Revised Edition 2 (AACR-2). Memahami aturan-aturan katalogisasi tersebut tentunya tidak mudah bagi pustakawan Indonesia, karena selain menggunakan bahasa Inggris, juga tentunya dalam berbagai hal kurang cocok dengan bahan-bahan Indonesia. Menyadari hal itu, Perpustakaan Nasional telah menerbitkan buku Peraturan Katalogisasi Indonesia: Deskripsi Bibliografis (ISBD), Penentuan Tajuk untuk Entri, Judul Seragam. Pustakawan Indonesia kiranya dapat menggunakan buku tersebut sebagai pedoman karena isinya pada dasarnya sudah disesuaikan dengan standar Internasional.[25]
Susunan deskripsi bibliografi terdiri atas tujuh daerah yaitu[26]:
1.    Daerah judul dan pengarangnya
-Judul sebenarnya/asli
-Judul sejajar, judul lain, atau anak judul
-Pernyataan pengarang
2.    Daerah edisi
-Pernyataan edisi
-Pernyataan pengarang sehubungan dengan edisi
3.    Daerah impresum (keterangan penerbitan)
-Tempat terbit
-Nama penerbit
-Tahun terbit
4.    Daerah deskripsi fisik/ keterangan fisik
5.    Daerah seri monograf
-Pernyataan seri
-Pernyataan anak seri
-Pernyataan nomor seri
-Seri disertasi
Standar nternasonal nomor terbitan berseri
6.    Daerah catatan (ditulis sebagai paragraph terpisah)
7.    Daerah Nomor Standar an Keterangan Ketersediaan
D.  Penentuan Tajuk Entri
Tajuk merupakan titik akses pertama pada katalog ketika mencari buku-buku koleksi perpustakaan. Entri merupakan suatu kesatuan informasi bibliografi dalam katalog. Entri utama merupakan entri yang dibuat pertama kali sebagai dasar pembuatan entri-entri lain. Sedangkan entri tambahan merupakan entri-entri lain yang dibuat berdasarkan entri utama. Entri tambahan dapat berupa entri tambahan pengarang kedua, pengarang ketiga, editor, penerjemah, dan sebagainya. Tajuk entri utama (TEU) berarti tajuk yang terdapat pada awal suatu entri utama. Sedangkan tajuk entri tambahan (TET) berarti tajuk yang terdapat pada awal suatu entri tambahan. Penentuan tajuk entri utama dan tajuk entri tambahan sebagai berikut[27]:
1.    Karya pengarang tunggal
2.    Karya pengarang ganda
3.    Karya oleh tiga pengarang
4.    Karya lebih dari tiga pengarang
5.    Karya terjemahan
6.    Karya editor
7.    Karya saduran
8.    Karya badan korporasi
9.    Karya konferensi/pertemuan
E.   Analisi Subjek
Analisis subyek bukan diartikan sebagai analisis tentang subyek subyek atau bidang-bidang pengetahuan secara menyeluruh, melainkan lebih kepada Analisis suatu isi subyek dari suatu dokumen secara individual, yakni the analysis of subject as they are expressed in documents. Analis subyek harus menyeleksi dan memberikan nama-nama konsep subyek sesuai dengan subyek yang diungkapkan oleh peminta. Analisis subyek juga perlu berfikir ke arah isi subyek yang sesuai dengan yang ada dalam dokumen. Isi subyek dalam dokumen terdiri atas sejumlah konsep atau ide.
Di dalam analisis subyek dari dokumennya, seorang pengindeks memilih konsep-konsep yang akan digunakan di dalam deskripsi indeks dari dokumen dengan maksud agar identifikasi dan penelusurannya bisa menjawab pertanyaan atau permintaan akan konfirmasi. Dalam membuat atau mengkonsionalkan subyek ini, seorang pengindeks menganalisis dengan cara menyebutkan atau menamai konsep-konsep terpilih dalam kata-kata atau istilah apa saja yang dipilihnya.
F.   Sistem Temu Kembali Informasi
Unsur utama pada setiap sarana temu kembali, baik yang susunannya menurut abjad istilah maupun yang menurut kelas berdasarkan urutan notasi, adalah bahasa. Permintaan pengguna dan koleksi yang tersedia, keduanya menggunakan bahasa. Karena itu, setiap pencocokan permintaan dan koleksi perpustakaan melibatkan bahasa. Tetapi sarana temu kembali tidak dapat semata-mata mengandalkan penggunaan bahasa secara umum. Modifikasi diperlukan, baik yang berkaitan dengan kosa kata maupun sintaksis, sehingga harus diciptakan bahasa terkendali, yaitu bahasa indeks.[28]
Bahasa Indeks, Indexing Language (Controlled vocabulary atau kosakata terkendali) adalah Daftar istilah atau notasi yang dapat digunakan sebagai titik temu (access point) dalam suatu indeks, dan sarana-sarana yang dapat menunjukkan hubungan antar istilah. Bahasa indeks ada 3 jenisnya, yaitu skema klasifikasi, daftar tajuk subjek, dan tesaurus. Skema klasifikasi dan daftar subjek merupakan bahasa indeks tradisional yang biasa digunakan dalam sistem pralaras (precoordinated sytem) seperti katalog tradisional, bibliografi dan indeks cetak. Sedangkan thesaurus diciptakan setelah Perang Dunia II, terutama digunakan dalam sistem pascalaras (postcoordinated system) seperti katalog pada disk komputer. Tujuan pengendalian pada bahasa indeks adalah sebagai berikut[29]:
1.    Ketaatasasan dalam pembuatan deskriptif indeks
2.    Kecocokan kosa kosakata antara yang membuat deskripsi indeks dan pengguna yang menelusur sarana temu kembali
3.    Kemungkinan untuk mengadakan penelusuran generik dengan meluaskan atau menyempitkan penelusuran sesuai keperluan pengguna masing-masing.

C.  Standar  Pengelolaan Bahan Pustaka (koleksi)
Standar perpustakaan perguruan tinggi ini menetapkan dasar pengelolaan perpustakaan perguruan tinggi yang mampu memfasilitasi proses pembelajaran serta berperan dalam meningkatkan iklim/atmosfer akademik. Standar ini berlaku pada perpustakaan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang meliputi universitas, institute, sekolah tinggi, akademi, politeknik dan perguruan tinggi lainnya yang sederajat.[30]
1.    Jenis dan jumlah koleksi
a.    Koleksi perpustakaan berbentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekan terdiri atas fiksi dan nonfiksi.
b.    Koleksi nonfiksi terdiri atas buku wajib mata kuliah, bacaan umum, referensi, terbitan berkala, muatan local, laporan penelitian, dan literature kelabu.
c.    Jumlah buku wajib dihitung menggunakan rumus 1 program studi x (144 sks dibagi 2 sks per mata kuliah)x 2 judul permata kuliah= 144 judul buku wajib per program studi.
d.   Judul buku pengembangan = 2 x jumlah buku wajib.
e.    Koleksi AV (judul) =2% dari total jumlah judul koleksi non AV
f.     Majalah ilmiah popular minimal 1 judul (berlangganan atau menerima secara rutin) per program studi.
g.    Muatan local (local content) yang terdiri dari hasil karya ilmiah civitas akademika (skripsi, tesis, disertasi, makalah, seminar, symposium, konferensi, laporan penelitian, laporan pengabdian masyarakat, laporan lain-lain, pidato pengukuhan, artikel yang dipublikasi di media massa, publikasi internal kampus, majalah atau bulletin kampus).
2.    Penambahan koleksi
1% dari total koleksi (judul) yang sudah ada, atau minimal 1 judul untuk 1 mata kuliah, dipilih yang lebih besar.
3.    Koleksi khusus
Perpustakaan menyediakan koleksi khusus perpustakaan perguruan tinggi, yaitu bahan perpustakaan berupa hasil penelitian, skripsi, tesis dan disertasi minimal 1.000 judul.
4.     Bahan perpustakaan referensi
Perpustakaan menyediakan bahan perpustakaan referensi. Koleksi bahan perpustakaan referensi minimal meliputi kamus umum bahasa Indonesia dan kamus bahasa Ingris-Indonesia, kamus bahasa Indonesia-Inggris, kamus bahasa daerah, kamus bahasa Perancis-Indonesia, kamus bahasa Indonesia-Perancis, kamus bahasa Jepang-Indonesia, kamus bahasa Indonesia-Jepang, kamus bahasa Indonesia-Mandarin, kamus bahasa Indonesia-Arab, kamus bahasa Arab-Indonesia, kamus subyek, ensiklopedi, sumber biografi, atlas, peta, bola dunia, direktori (terutama buku telepon).

5.    Pengorganisasian bahan pustaka
Bahan perpustakaan dideskripsikan, diklasifikasi, diberi tajuk subjek, dan disusun secara sistematis dengan mengguanakan pedoman yang berlaku secara nasional dan/atau internasional:
-       Pedoman deskripsi bibliografis
-       Bagan klasifikasi
-       Pedoman tajuk subjek
-       Pedoman penentuan tajuk entri utama
6.    Cacah ulang
Perpustakaan melakukan cacah ulang koleksi perpustakaan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, dapat dilakukan secara keseluruhan maupun parsial.
7.    Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai kebutuhan melalui koordinasi dengan jurusan/program study terkait.
8.    Pelestarian bahan pustaka
Pelestarian bahan perpustakaan meliputi kegiatan yang bersifat pencegahan dan penanggulangan kerusakan fisik dan/atau pengalihmediaan isi dari sebuah format ke format lain.[31]


[1] Ahmad Amrizal, UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional, dapat ditemukan di ahmd amrizal/01uu-no20-tahun-2003-tentang-sistem-pendidikan-nasional. Diakses pada 17 febuari 2015.
[2] Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010), h.3.
[3] Abdul Rahman Saleh, Percikan Pemikiran di Bidang Kepustakawanan (Jakarta:Sagung Seto,2011), h. 4.

[4] Abdul Rahman Saleh, Percikan Pemikiran di Bidang Kepustakawanan (Jakarta:Sagung Seto,2011), h. 46.

[5] Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Standar Nasional Perpustakaan, (Jakarta: PNRI, 20011). SNP 007
[6]Darmono, Pengorganisasian Koleksi Perpustakaan, (Artikel Perpustakaan, 2014) library.um.ac.id/index.php/Artikel-Pustakawan/pengorganisasian-koleksi-perpustakaan.html diakses tanggal 29 oktober 2014, jam 20:16
[7]Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Standar Nasional Perpustakaan, (Jakarta: PNRI, 20011). SNP 007

[8] Karmidi Martoatmodjo,  Pelestarian Bahan Pustaka (Jakarta: Universitas Terbuka, 1993) h. 1.
[9] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka,(Bandung: Yrama Widya, 2014) h.4.
[10] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h.6.
[11]Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006) , h. 78.
[12] Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi , h. 78.
[13] TowaP.Hamakonda dan J.N.B.Tairas, Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey, h. 4.
[14] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h. 49.
[15] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h.15.
[16] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h.19.
[17] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h.7.
[18] Anis Masruri, dkk, Dasar-dasar Katalogisasi (Yoyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008), h. 3.
[19] Sutarno, Manajemen Perpustakaan (Jakarta: Sagung Seto, 2006),  h.182
[20] Departemen Agama RI, Buku Pedoman Perpustakaan Dinas (Jakarta: Departemen RI), h.90.
[21] Sutarno, Manajemen Perpustakaan, h.182
[22] Yaya Suhendar, Pedoman Katalogisasi: Cara Mudah membuat Katalog Perpustakaan, h. 26-27.
[23] F. Rahayuningsih, Pengelolaan Perpustakaan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 69.
[24] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h. 130.

[25] Darwis Sembiring, Pengolahan Bahan Pustaka, h. 136.
[26] Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi , h. 82.

[27] F. Rahayuningsih, Pengelolaan Perpustakaan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 61.
[28] Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi , h. 98.
[29] Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi , h. 99.
[30]Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Standar Nasional Perpustakaan, (Jakarta: PNRI, 20011). SNP 007

[31] Perpustakaan  Nasional Republik Indonesia, Standar Nasional Perpustakaan, (Jakarta: PNRI, 20011). SNP 007